Foto: fb.com/Kabupaten-Lingga
Share artikel ini:


Dalam sepuluh hari terakhir Bulan Ramadhan umat muslim di seluruh dunia menantikan datangnya malam Lailatul Qadar, malam istimewa yang diyakini lebih baik daripada seribu bulan. Tak ada yang tahu pasti kapan datangnya malam Lailatul Qadar tersebut, meski banyak keterangan para alim ulama yang mengatakan biasanya hadir di malam-malam ganjil.

Menantikan datangnya malam Lailatul Qadar tersebut ada banyak cara orang untuk menyambutnya, umumnya dengan melakukan i’tikaf di masjid. Namun selain itu, ternyata di beberapa daerah di Indonesia ada tradisi unik dalam menyambut malam Lailatul Qadar yaitu Malam Tujuh Likur.

Likur dalam Bahasa Jawa atau Liko dalam logat Melayu berarti bilangan duapuluhan. Tujuh likur berarti bilangan 27 atau diartikan sebagai malam ke-27 di Bulan Ramadhan

Tradisi perayaan Malam Tujuh Likur ini dirayakan beberapa kota-kota secara turun temurun di beberapa kota berikut.

1. Lingga, Kepulauan Riau

Foto-foto: facebook.com/Kabupaten-Lingga

Kabupaten Lingga dikenal sebagai Bunda Tanah Melayu karena pernah menjadi pusat pemerintahan Kerajaan Melayu yang memegang peran penting dalam upacara adat, budaya dan syiar Agama Islam di daerah sekitarnya.

Malam Tujuh Likur atau Malam Tujuh Liko dalam logat Melayu, merupakan tradisi tua yang lahir dari syiar Agama Islam, festival ini diperingati setiap H-10 menjelang Hari Raya Idul Fitri. Festival ini dilakukan di mushala dan masjid, yakni setelah shalat maghrib dan dzikir, warga akan melanjutkan hingga shalat isya’ dan tarawih.

Selain itu, warga akan mulai menyalakan lampu minyak atau obor di sudut teras atau pekarangan rumah pada malam ke-21 hingga malam ke-27 Ramadhan. Dari malam ke-21 hingga ke-27 obor atau lampu minyak akan bertambah setiap hari satu hingga mencapai tujuh.

Malam ke-27 merupakan malam puncak festival tersebut, warga akan menyalakan berbagai macam penerang. Mulai dari pekarangan rumah yang dipenuhi obor dan lampu minyak, gang dan bahu jalan yang dipasangi obor menyerupai pagar, gapura atau gerbang kampung yang dihiasi dengan kubah-kubah bernuansa islami hasil kreasi masyarakat dan bercorak bulan-bintang, hingga berbagai karya kaligrafi yang indah bisa Sobat Halal temukan di seluruh daerah di Kabupaten Lingga.

Festival ini merupakan simbol kegembiraan umat muslim dalam menyambut malam Lailatul Qadar atau malam seribu bulan. Selain itu, festival ini juga merupakan perwujudan kearifan lokal masyarakat melayu dan sebagai pengingat agar selalu meningkatkan amal ibadah dari waktu ke waktu.

2. Karimun, Kepulauan Riau

Foto via kemdikbud.go.id

Festival Malam Tujuh Likur di Karimun disemarakkan oleh perlombaan lampu colok yang akan dinyalakan setelah tarawih pada malam ke-27 Ramadhan. Lampu colok tersebut biasanya berupa susunan kayu dan kawat yang disulap menjadi berbagai macam ornamen gapura dengan nuansa islami.

Selain lampu hias, masyarakat juga kerap menghiasnya dengan lampu minyak yang terbuat dari kaleng bekas yang diisi minyak tanah. Karya-karya tersebut dipasangi lampu hias dan akan dinyalakan pukul 20.30 WIB.

Foto via karimunkab.go.id

Ketika dinyalakan, Sobat Halal dapat menikmati keindahan siluet ornamen-ornamen tersebut. Festival yang diwariskan secara temurun ini merupakan penyambutan bagi malaikat yang turun pada malam Lailatul Qadar dan juga sebagai wadah kreatifitas masyarakat yang dilombakan oleh Pemda setempat.

3. Ternate, Maluku Utara

Foto: via reportmalu.com

Di Ternate, Maluku Utara warga menyambut datangnya malam Lailatur Qadar dengan tradisi malam Ela-ela. Ela-ela adalah tradisi yang dilaksanakan oleh warga pada malam 27 Ramadan dengan cara membakar obor dan lampion untuk merayakan kegembiraan atas turunnya malam Lailatur Qadar.

Tradisi yang sudah berlangsung turun temurun ini dilakukan oleh warga dengan menyalakan aneka penerangan baik obor dan loga-loga (lampion) di pekarangan rumah. Masing-masing rumah menyediakan tiga sampai empat ela-ela, baik yang terbuat dari bambu ataupun botol bekas, lalu dinyalakan setelah salat tarawih. Seluruh warga memasang ela-ela sampai pagi di halaman rumahnya masing-masing.

Saat ini tradisi Ela-ela sudah mulai dilembagakan, di Kota Ternate misalnya Malam Ela-Ela dibalut dalam konsep festival Ela-ela. Festival ini melibatkan kelurahan-kelurahan dalam berbagai lomba sambil menggali kreativitas dan inovasi kebudayaan yang nantinya dinilai oleh juri.

4. Seram Bagian Timur, Maluku

Foto via kaskus.id

Di kampung-kampung di Kabupaten Seram Bagian Timur, Maluku, warga menyebut malam Lailatul Qadar ini selain dengan sebutan “malam tujuh likur” juga disebut dengan “malam damar”.

Pada pagi hari tanggal 24 Ramdhan warga beramai-ramai mengunjungi makam kerabat atau keluarga untuk membersihkannya. Lalu pada sore harinya mereka berziarah ke makam sambil membacakan Surah Yasin.

Lalu setelah berbuka, warga membaca doa selamat dan membakar damar di depan rumah-rumah.Di beberapa kampung tertentu damar juga dibakar di area kuburan keluarga. Itulah yang membuat malam Lailatul Qadar di sana disebut juga malam damar.

Vin S
“If you wait for inspiration to write you’re not a writer, you’re a waiter.” ~ Dan Poynter
Berikan bintang kamu
[Total: 4 Rata-rata: 5]



Berlangganan
Beritahu tentang
guest
0 Komentar
Inline Feedbacks
Lihat semua komentar