Ibu Sukamti (foto HalalLifeID)
Share artikel ini:


Di wilayah Bayat, sebuah kecamatan di Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, tepatnya di Dusun Pager Jurang terdapat pusat industri kerajinan tradisonal gerabah yang sudah dijalankan secara turun menurun. Terkenal dengan nama Gerabah Bayat, para pengrajin gerabah tradisional ini membuat gerabah dari tanah liat dengan proses yang unik.

Pembuatan Gerabah Bayat terbilang unik karena menggunakan teknik putaran miring di meja pembuatnya, tidak menggunakan putaran lurus seperti pembuat gerabah pada umumnya. Meja putar ini biasa disebut perbot berbentuk miring hanya ada di Bayat.

Perbot miring yang digunakan adalah lempengan bundar yang terbuat dari kayu mahoni atau kayu jati dengan diameter 35-40 cm dan memerlukan tali untuk memutarnya. Biasanya tali tersebut diikatkan pada sebilah bambu pada kedua sisinya.

Kemudian para pengrajin duduk di dingklik atau bangku kecil untuk memutar lempengan dengan menggerakkan kaki bagian dalam. Oleh karena itu, kerajinan Gerabah Bayat ini merupakan produk 100 persen hand made. Meskipun demikian, kualitasnya tidak kalah dengan produk-produk gerabah yang pembuatannya menggunakan mesin moderen.

Konon Gerabah Bayat muncul 600 tahun yang lalu. Namun, berdasarkan penelitian Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Yogyakarta, Gerabah Bayat sudah ada sejak zaman prasejarah. Dan ternyata Gerabah Bayat ini merupakan produk kerajinan tradisional yang sudah menembus pasar internasional.

Salah satu pengrajin Gerabah Bayat adalah Ibu Sukamti  yang sudah menjalankan usaha ini secara turun temurun dan merupakan generasi ketiga.

“Usaha ini turun-temurun, warisan dari siMbah, turun ke bapak, lalu ke saya. Saya kan gak punya skill yang lain, dari kecil sudah kebiasaan kerja bantu orang tua dan mandiri setelah berkeluarga.”

Bu Sukamti sendiri selama ini berhasil mencukupi kebutuhan hidupnya dengan menekuni seni gerabah Bayat. Bu Sukamti berharap eksistensi Gerabah Bayat turut melestarikan warisan dari nenek moyang bangsa Indonesia. Bahkan anak dan cucunya diarahkan untuk berpatisipasi dan dipersiapkan sebagai penerus usaha yang digelutinya.

“Saya itu kan sudah tua, hanya jadi pengrajin saja terus jual ke pengepul, pengennya besok cucu saya bisa punya showroom sendiri.”

Bu Sukamti sangat yakin terhadap usahanya. Selain bisa digunakan sebagai peralatan saji, ia sendiri meyakini gerabahnya bisa sampai “puputing zaman” karena selain pajangan, gerabah bisa digunakan untuk fungsi lainnya. Terlebih home industri ini juga memberikan peluang kerja untuk para penyandang disabilitas karena saat ini ada karyawan penyandang disabilitas yang bekerja di tempat tersebut.

Gerabah Bayat Bu Sukamti tidak sekedar menembus pasar internasional, namun juga memberikan harapan bagi orang-orang yang membutuhkannya.

“Sudah ada penelitian dari Jepang, alat saji yang terbuat dari tanah itu ternyata bagus kualitas pemakaiannya, kalau saya lagi masak tuh masih bisa mendidih walau pun apinya sudah dimatikan.”

Selain itu, untuk hidup lebih sehat, Bu Sukamti juga lebih memilih gerabah untuk menyimpan makanan atau sayur daripada wadah berbahan plastik. Oleh karena itu, ia sangat yakin kalau Gerabah Bayat tidak akan lenyap ditelan waktu. Apalagi terbukti Gerabah Bayat sudah bertahan sejak nenek moyang hingga saat ini usahanya dikelola oleh Bu Sukamti.

Gerabah Bayat Ibu Sukamti (foto-foto HalalLifeID)

Sejauh ini kompetitor produk gerabah adalah perabot dari kayu, lidi, plastik dan batok yang diolah menjadi wadah makanan, kerajinan dan sejenisnya. Meskipun demikian, bagi Bu Sukamti setiap produk memiliki keunggulan tersendiri dan kembali lagi ke selera serta kebutuhan konsumen itu sendiri. Sehingga ia menjalankan usaha Gerabah Bayat dengan hati yang tenang dan selalu percaya terhadap Allah SWT, rezeki tidak pernah salah alamat.

Selain mengandalkan pengepul, pemasaran Gerabah Bayat Bu Sukamti  juga dilakukan secara mulut ke mulut dan jemput bola di tempat jika ada pelancong yang datang ke lokasi. Berkat bantuan suami, adik, keluarga, relasi dan para pekerjanya, Bu Sukamti dapat mengelola Gerabah Bayat hingga saat ini.

“Terkhusus suami dan adik saya ya, adik saya pegang produksi, penjualan, masalah karyawan juga dan selalu memberikan masukan serta ide, bahkan mengajari saya buat bikin model-model gerabah baru.”

Sepanjang riwayat perjalanan Gerabah Bayat yang ia kelola, Bu Sukamti mengakui bahwa ia pernah mengalami masa-masa sulit.

“Ya kalau masalah pasti selalu ada, tapi yang membekas di hati tuh dulu pernah dapat order dari Jepang dan detailnya harus saklek. Jadi barang udah jadi, ya akhirnya banyak yang tersortir (ditolak) karena buatan tangan kan, bukan buatan mesin. Ada juga masalah cuaca, kadang waktu sudah ditentukan, tapi cuaca tidak mendukung. Terpaksa masih basah-basah dibakar dan akibatnya banyak yang rusak.”

Ketika mengalami hal tersebut, Bu Sukamti kerap mengatasi dengan cara cari pinjaman untuk kembali memproduksi gerabah-gerabah yang rusak atau gagal demi memenuhi jumlah pemesanan klien.

“Kadang jual apa yang bisa saya jual, seperti emas, kalau nanti udah untung baru beli lagi,” kenang Bu Sukamti

Kini selama pandemi berlangsung, Bu Sukamti tetap menjalankan usahanya seperti sedia kala. Order selalu masuk secara ajeg, sekecil apa pun ia masih bersyukur karena karyawannya tidak ada yang menganggur dan produksi jalan terus demi mencukupi kebutuhan hidup masing-masing.

Gerabah Bayat Ibu Sukamti (foto-foto HalalLifeID)

“Ya kalau buka usaha itu harus semangat dulu, jangan pesimis. Bekerja sesuai kemampuan, jangan membuang waktu, serius dan jangan maju-mundur. Insya Allah tercapai apa yang diinginkan.”

Vin S
“If you wait for inspiration to write you’re not a writer, you’re a waiter.” ~ Dan Poynter
Berikan bintang kamu untuk Gerabah Bayat Ibu Sukamti
[Total: 5 Rata-rata: 5]



Berlangganan
Beritahu tentang
guest
0 Komentar
Inline Feedbacks
Lihat semua komentar